Makna dari Mbak |
Malam itu ya aku masih mengingatnya, malam di mana pembicaraan kami dimulai. Waktu itu bermula pada sebuah ruang, ruang paling menyenangkan di rumah kami, yang kami sebut dengan ruang keluarga. Tempatnya tak begitu luas, namun cukuplah untuk kami lima orang dalam 1 keluarga berkumpul. Berkumpul sambil menonton acara di televisi, berbagi kisah, dan kadang makan bersama pun di situ.
Tapi waktu dimulai ketika kami bersama menonton sebuah acara di televisi. Ku lihat waktu itu, kakak perempuanku aku biasa memanggilnya "mbak" sedang asyik menonton sambil sesekali pandangannya teralih pada layar HP miliknya yang sederhana, sepertinya dia mendapat sebuah pesan dari seseorang nan jauh di sana. Sederhana, ya sederhana HPnya, HP itu telah dipakainya kira-kira 5 tahun lebih. Bukan HP layar sentuh, bukan HP qwerty layaknya yang sedang trend di jaman ini.
5 tahun tentu bukan waktu yang lama bukan? Dan dengan waktu yang lama itu tentu sebuah kondisi di mana kerawanan mulai terjadi, terutama pada benda elektronik. Ya itu terjadi pada HP mbak, HPnya memang tak senormal waktu dulu pertama dibeli. Cepat lowbet, itulah hal yang kini sering dialaminya, tapi dalam hal kegunaannya masih siplah.
Aku heran memandang mbakku, dan bertanya dalam anganku mengapa dia masih memperjuangkannya [HP]. Apakah tak terpikir olehnya untuk menggantikannya [HP]? Apalagi dia seorang saat ini masih menjadi mahasiswi, apa dia tak malu jika diledek oleh temannya?
Kemudian aku beranikan diri untuk mempertanyakan apa yang ingin kutanyakan tadi. Dan sebuah jawaban yang menurutku mengesankan darinya seperti ini,
Lebih baik aku membeli buku, daripada harus membeli HP untuk saat ini. HP ini masih bisa digunakan kok. Pernah suatu ketika aku diajak ke toko elektronik oleh temanku, tapi aku hanya diam dan sambil sesekali melihat saja, karena aku memang tak tertarik. Tapi ketika aku diajak ke toko buku, aku senang kegirangan, karena aku memang lebih senang uangku kubelikan buku daripada harus kebelikan elektronik. Barang elektronik itu ada masa pudarnya, sedangkan buku terutama buku ilmu pengetahuan, ilmunya tak akan pernah pudar sampai kapanpun.
Seketika aku terdiam, menyadari apa yang dikatakannya itu memang benar. Bahwa ilmu itu lebih penting dari sebuah elektronik yang kadang melenakan diri. Ilmu memang tak akan pernah pudar dalam diri bahkan akan terbawa sampai akhir dari kehidupan nanti.
Dan terpikir olehku, untuk apa sesuatu yang baru jika yang lama saja masih dapat bertahan. Tapi dalam anganku juga terpikir bahwa mempersiapkan sesuatu yang baru itu bukan hal yang salah, mungkin itu memang sesuatu yang harus dilakukan, terlebih ketika sesuatu yang lama telah sulit untuk diharapkan. Bukan tak boleh berharap pada sesuatu yang lama, tapi tetap ingatlah bahwa segala sesuatu di dunia ini punya masa punya usia atau waktu yang tak selamanya.