NgeShare - Cara Mengubah Ukuran Gambar di Ubuntu Menggunakan Nautilus

Jika 7 tahun lalu Kakak saya pernah menuliskan artikel tutorial dengan judul NgeShare – Resize Banyak Gambar Sekaligus di Linux di blog ini, maka pada kesempatan kali ini saya ingin membagikan sebuah tutorial yang hampir sama dengan artikel tutorial tersebut. Tutorial kali ini masih terkait dengan meresize atau mengubah ukuran gambar di Ubuntu. Namun, berbeda dengan tutorial yang telah ditulis oleh Kakak saya sebelumnya yang menggunakan program ImageMagick, di tutorial saya kali ini menggunakan program Nautilus Image Converter. Dengan menggunakan program Nautilus Image Converter, Anda dapat mengubah ukuran file gambar yang tersimpan pada direktori Linux Anda, khususnya Ubuntu menjadi cepat dan mudah. 

Install Nautilus Image Converter
Baik, untuk tutorialnya sendiri sangat mudah, yaitu sebagai berikut:
1. Buka Terminal, dan ketikkan perintah berikut untuk melihat apakah pada Linux Anda menggunakan nautilus:
nautilus –version
2. Ketikkan perintah berikut pada terminal, lalu tekan tombol Enter pada keyboard. Tunggu proses instalasi selesai:
sudo apt install imagemagick
3. Jika sudah selesai, kemudian ketikkan perintah berikut. Tekan tombol Enter pada keyboard dan tunggu proses instalasinya selesai:
sudo apt install nautilus-image-converter
4. Setelah proses instalasi selesai, restart program nautilus Anda menggunakan perintah berikut:
nautilus -q
5. Buka program nautilus,
6. Buka direktori penyimpanan gambar yang menyimpan file gambar yang akan diubah ukurannya. Dalam hal ini saya membuka direktori Pictures,
7. Pilih sebuah gambar atau beberapa gambar sekaligus yang akan diubah ukurannya dan klik kanan pada gambar tersebut,


8. Pilih menu “Resize Images…”,
9. Tentukan ukuran yang diinginkan pada fitur "Image Size",


10. Kemudian klik tombol "Resize",
11. Selesai.

Uninstall Nautilus Image Converter
Apabila Anda ingin menguninstall program ini, maka Anda cukup ketikkan perintah berikut pada Terminal:
sudo apt remove nautilus-image-converter
Setelah itu jangan lupa untuk merestart program nautilus Anda ya.

Oiya, tutorial ini juga sudah saya susun dalam tampilan video di Youtube. Barangkali Anda ingin melihatnya dalam versi video, maka dapat menonton videonya di bawah ini.



Semoga bermanfaat.
Share:

NgeShare - Kapan Nikah?


Tadi malam, seorang kawan terlihat sedang merasakan kegalauan. Ya, kegalauan, sebuah tebakan yang saya persepsikan bukan tanpa alasan. Hal itu terlihat dari seringnya ia mengunggah status galau pada story Whatsappnya. Padahal, selama saya mengenalnya, ia jarang sekali mengunggah hal-hal terkait kegalauan atau kesedihan di sosial media, justru momen bahagia yang sering dibagikannya. Meskipun saya juga menyadari kalau mengunggah hal-hal terkait kesedihan, kegalauan ataupun kerinduan sekalipun di sosial media, bukan berarti kita sedang benar-benar merasakan perasaan tersebut.

Tapi untuk kali ini, benar saja tebakan saya itu. Ia memang sedang merasakan kegalauan. Perkara “kapan nikah”, ungkapnya setelah kami saling berkirim pesan singkat di Whatsapp. Usut punya usut, ternyata kegalauannya disebabkan oleh kekasihnya yang tak kunjung menunjukkan keseriusannya untuk bisa segera menuju ke jenjang yang lebih serius, yaitu “pernikahan”. Padahal keduanya bisa dibilang sudah sangat memenuhi persyaratannya.

Mulai dari usia yang sudah sangat matang, pekerjaan tetap yang dimimpikan banyak orang, hubungan asmara yang terjalin cukup lama, hingga keduanya yang sudah bertemu dan mengenalkan diri kepada orang tuanya masing-masing. Rasa-rasanya sangat disayangkan kan bila tidak segera sat set sat set menuju ke pelaminan? Tapi, ya entahlah, barangkali kekasihnya masih membutuhkan waktu dan kesiapan tertentu, yang justru membuat kawan saya menjadi ragu. Ya, ragu dengan keberlanjutan hubungan mereka itu.

Melihat teman-teman seumurannya telah menikah dan dikaruniai momongan, ditambah lagi dengan seringnya ia mendengar pertanyaan “kapan nikah?” dari orang-orang di sekitar, membuat kegalauan kawan saya kian menjadi-jadi. Sewajarnya seorang kawan, saya mencoba untuk menjadi pendengar atas keluh kesah kegalauannya. Ya, barangkali dengan ia bercerita, perasaannya bisa menjadi lebih baik. Tak lupa juga saya berusaha untuk menyemangatinya.

Alih-alih menyemangati kawan saya ini, saya justru seperti sedang menyemangati diri saya sendiri. Pasalnya saya memiliki usia yang hampir sama (beda 1 tahun di atas) dengan kawan saya ini. Usia (di atas 26 tahun) yang mayoritas orang bilang merupakan usia yang sudah matang untuk menikah. Oleh karena itu, munafik rasanya bila saya tak pernah merasakan hal yang sama. Tapi, saya selalu berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Jika terlalu memikirkannya, apalagi memikirkan omongan orang, justru hanya akan menjadi beban dan menahan kita untuk maju bukan? Bukankah alangkah lebih baik bagi kita untuk memikirkan atau fokus ke hal-hal lain yang lebih penting, seperti memperbaiki diri atau mencari jalan rezeki misalnya? 

Saya menyadari bahwa menikah itu adalah hal yang penting dalam hidup manusia. Namun, tentunya untuk dapat menuju momen sakral itu membutuhkan kesiapan bukan? Terutama kesiapan mental dan finansial. Dan untuk dapat mencapai kesiapan itu, pastinya kita butuh yang namanya “proses”. Ya, proses, yang tiap-tiap dari kita memiliki perbedaan, baik dalam waktu memulainya, cara yang digunakannya, hingga tempatnya melaluinya, yang rasa-rasanya sangat tidak layak bila harus disamakan atau dibanding-bandingkan.

Di samping itu, saya juga menyadari bahwa egois merupakan sifat yang harus dihindari dalam sebuah pernikahan. Sementara saya sendiri saat ini kadang-kadang masih suka merasa egois. Terutama karena saya masih merasa asyik dengan diri sendiri. Masih merasa asyik ngopi sendiri, motoran sendiri, rebahan sendiri sambil scroll-scroll HP, hingga makan mie gacoan level 5 sendiri.

Saya masih menikmati momen-momen "me time" saya saat ini. Ya, walaupun kadang-kadang muncul juga perasaan ingin memiliki seseorang yang bisa diajak ngobrol, diajak jalan bareng, atau melakukan hal-hal random yang positif, dan kalau ketemu selalu merasa seperti pulang ke rumah. Tapi di satu sisi, saya khawatir bila membuatnya kecewa, terlebih karena keegoisan yang kadang-kadang masih saya rasakan.

Ya bayangkan saja bila suatu ketika sudah berkeluarga, apalagi kalau sudah memiliki anak. Misalkan saat anak menangis rewel dan istri sedang repot di dapur, sedangkan kita sedang ingin menikmati hari libur yang barangkali dengan rebahan atau bermain game online yang kalau kalah masih suka marah dan mengeluarkan ucapan berupa sumpah serapah. Bukannya sigap membantu, justru kesal karena merasa terganggu. Hal itu pastinya akan berdampak tidak baik dalam rumah tangga kan?

Untuk itu, saya merasa tidak ingin terlalu terburu-buru dan menikmati proses yang sedang saya tuju. Kalaupun orang lain prosesnya lebih cepat, sedangkan proses saya lebih lambat, biarlah. Saya berusaha untuk tidak minder atau berkecil hati, dan cenderung bodo amat. Toh, belum tentu juga yang prosesnya lebih cepat akan mendapat hasil yang lebih baik kan? Selalu yakin bahwa setiap proses yang sedang dijalani pada akhirnya akan membuat diri dapat mencapai satu persatu tujuan yang telah direncanakan selama ini.

Barangkali itu alasan yang membuat saya untuk memilih tidak terburu-buru menikah. Oiya, maaf ya, di sini saya tidak bermaksud mengajak teman-teman pembaca ataupun kawan saya tadi untuk membenarkan, apalagi memilih hal yang sama seperti yang telah saya pilih. Toh pilihan saya ini juga belum tentu terjamin benarnya. Tapi yang pasti, setiap orang kan boleh dan juga dapat menentukan pilihannya masing-masing yang baik bagi dirinya, dan pastinya pilihan itu didasari oleh rasa ingin lebih bahagia.  

Lantas, apabila suatu ketika masih ada yang bertanya kepada saya terkait, "kapan nikah?". Jawaban saya masih sederhana dan mainstream, "nanti, kalau sudah siap, mohon do'anya ya". Atau kalau yang ingin jawaban anti-mainstream, barangkali bisa seperti jawaban dari Mawang pada video Youtubenya HAS Creative dengan judul "PWK – LAGU NUHINA HINU HINA HINU MENDUNIA, BUAT MAWANG KAYA??" di menit 18:12.

Oiya, btw mohon do'anya ya untuk kawan saya. Semoga kegalauannya mereda, kekasihnya yang akhirnya peka, dan harapannya (untuk menikah) dapat segera terlaksana. Terima kasih. 🙏
Share:

NgeShare - Quote Film Along with the Gods: The Two Worlds


Along with the Gods: The Two Worlds, merupakan sebuah film korea bergenre aksi fantasi yang menceritakan perjalanan tiga wali kematian bernama Hae Won-maek (Ju Ji-hoon), Lee Deok-choon (Kim Hyang-gi) dan Gang-rim (Ha Jung-woo) yang mengawal seorang arwah bernama Kim Ja-hong (Cha Tae-hyun) menuju ke alam baka. Dalam perjalanan tersebut, mereka melalui tujuh pengadilan alam baka yang akan menentukan takdir akhir dari arwah Kim Ja-hong. Nah, di sini tiga wali tersebut selain bertugas untuk mengawal Kim Ja-hong, juga bertugas untuk menjadi pembela/ pengacaranya dalam menghadapi ketujuh pengadilan tersebut. Dihiasi dengan beberapa laga pertarungan yang seru dan juga momen-momen mengharukan, menambah kemenarikan film dengan durasi 2 jam lebih ini untuk ditonton.

Ngomong-ngomong soal film yang sudah dirilis sejak tahun 2017 ini, tiga hari yang lalu saya baru saja menyempatkan waktu untuk menontonnya. Berawal dari ketidaksengajaan munculnya thread terkait film tersebut di beranda twitter saya, dan kebetulan saya bingun mau ngapain. Alhasil, saya pun penasaran dengan seperti apa film tersebut, apakah memang benar sebagus yang diceritakan pada netizen di thread tersebut. Pada akhirnya saya pun mencoba menontonnya. Dan benar saja, memang film ini bagus untuk ditonton, apalagi pas scene ketika ibu dan adik Kim Ja-hong yang bernama Su-hong sedang mengobrol di alam mimpi. Jujur scene ini hampir membuat saya terisak. :’)


Oke, lanjut lagi. Dalam sebuah film pastinya tidak hanya menyuguhkan cerita yang menarik, tetapi juga quote atau kutipan kalimat bijak yang dapat dijadikan sebagai pelajaran maupun motivasi untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik. Begitu pula dengan film ini, dan berikut ini adalah beberapa kutipan yang saya ambil dalam film tersebut.


Bantulah yang terluka lebih dahulu.




Kejahatan tidak akan hilang bahkan jika kau diam saja. Semakin lama kau menyembunyikan kejahatanmu, hukuman yang lebih keras akan didapat di neraka ini.


Jangan sia-siakan air matamu untuk masa lalu.





Semua manusia hidup dengan dosa. Hanya sedikit yang punya keberanian untuk memohon ampun. Dan hanya sebagian kecil dari mereka yang benar-benar dimaafkan.

Nah, begitu sekiranya sedikit spoiler dan kutipan kalimat bijak untuk film Along with the Gods: The Two Worlds. Barangkali ada di antara kawan-kawan yang penasaran dengan film tersebut. Monggo bisa segera ditonton ya, mumpung pas malam minggu juga ini, hehe...
Share:

NgeShare - Cara Mudah Mengajukan Klaim Jaminan Hari Tua (JHT) Melalui Aplikasi Jamsostek Mobile (JMO)

Setelah resmi menyandang status baru (sementara), yaitu sebagai jobseeker (lagi), dan berhubung perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya pernah memberikan fasilitas BPJS Ketenagakerjaan, saya mencoba untuk mengajukan klaim Jaminan Hari Tua alias JHT. Ya, JHT, sebuah layanan dari BPJS Ketenagakerjaan yang mungkin dulunya banyak orang mengira hanya diperuntukkan atau bisa dicairkan ketika sudah memasuki usia pensiun.

Namun, setelah menelusuri kesana kemari info terkait pengajuan klaim JHT, saya paham, layanan ini tidak hanya sekadar ditujukan untuk kriteria tersebut. Merujuk pada informasi yang tertera di website resmi BPJS Ketenagakerjaan (https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/cara-klaim.html), terdapat beberapa kriteria untuk dapat mengajukan klaim JHT. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:  

  • Usia Pensiun 56 Tahun
  • Usia Pensiun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perusahaan
  • Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
  • Berhenti usaha Bukan Penerima Upah (BPU)
  • Mengundurkan diri
  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
  • Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
  • Cacat total tetap
  • Meninggal dunia
  • Klaim Sebagian Jaminan Hari Tua (JHT) 10%
  • Klaim Sebagian Jaminan Hari Tua (JHT) 30%

Berhubung saya sudah memenuhi salah satu kriterianya, yaitu pemutusan hubungan kerja, maka saya coba untuk mengajukan klaim. Memang tidak begitu banyak dana yang bisa saya klaim, tapi lumayanlah sekiranya masih bisa digunakan untuk ikut kursus yang menambah skill, tambah-tambah tabungan, atau mungkin untuk keperluan sehari-hari sembari menunggu jalan rezeki lain datang.

Oke, balik lagi, kebetulan saya sebelumnya sudah mengunduh dan menggunakan aplikasi JMO (Jamsostek Mobile) di smartphone saya. Nah, melalui aplikasi JMO ini, saya dapat mengajukan klaim JHT melalui fitur yang bernama klaim JHT. Jadi, dengan fitur tersebut, saya tidak perlu repot-repot datang ke kantor BPJS Ketenagakerjaan untuk mengajukan klaim JHT, cukup hanya melalui aplikasi JMO ini saja. 

Cara klaim melalui JMO ini menurut saya terbilang mudah, tapi tetap butuh kesabaran ya karena ada waktu atau masa tunggunya. Ya, masa tunggu. Berdasarkan pengalaman saya kemarin, selain klaim JHT baru bisa diajukan maksimal 3 bulan setelah status kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sudah non-aktif, juga ada masa tunggu selama 1 bulan setelah proses pengkinian data. Setelah masa tunggu itu, barulah pengajuan klaim JHTnya serasa sat set cuepet dan alhamdulillah pencairan dananya langsung ditransfer ke rekening yang telah didaftarkan.

Barangkali ada di antara kawan-kawan yang ingin mengajukannya juga, akan tetapi bingung dengan bagaimana caranya. Oke, di sini saya sudah mengabadikan cara atau langkah-langkahnya sesuai pengalaman saya sendiri yang sudah saya susun secara lengkap pada video di bawah ini. Mulai dari langkah-langkah pengkinian data, masa tunggu 1 bulan, pengajuan klaim JHT, hingga pemberitahuan bahwa proses klaim sudah berhasil. Sekiranya video ini bisa memberi gambaran bagi kawan-kawan.

Oiya, sebenarnya untuk langkah-langkah juga terdapat di website BPJS Ketenagakerjaan melalui tautan berikut https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/jmo/klaim-jht.html . Apabila kawan-kawan masih merasa bingung dengan video saya, mungkin dapat melihat referensi lain juga melalui tautan tersebut. Semoga bermanfaat ya.

Share:

NgeShare - Latihan Pergi


Barangkali sudah ada yang pernah membaca tulisan saya sebelumnya dengan judul NgeShare – Pengalaman Mengikuti Rekrutmen di PT Mitracomm Ekasarana, dan barangkali juga ada yang penasaran dengan kelanjutannya ceritanya, terutama terkait perjalanan karier saya di sana. Oke, saya akan melanjutkan sedikit ceritanya, ya.

Jadi, sebelumnya saya diundang oleh perusahaan tersebut untuk mengikuti sesi training sebelum menandatangani kontrak.  Dua hari sebelum training dimulai, saya dan juga peserta lainnya (yang kemudian saya panggil mereka dengan teman) diundang untuk join ke WA grup training PT Mitracomm Ekasarana Project Tokopedia Care oleh seorang trainer dari perusahaan tersebut. Pada WA grup tersebut, trainer memberikan beberapa info terkait pelaksanaan training, seperti hal-hal yang akan dilakukan, hal-hal yang akan dipelajari, hingga ruangan pelaksanaan training.

Sesi training diselenggarakan selama 19 hari, dengan ketentuan dalam 1 minggu masuknya 5 hari kerja dan liburnya 2 hari di akhir pekan yaitu Sabtu + Minggu. Jam pelaksanaannya sendiri dimulai dari jam 08:00 sampai jam 17:00 WIB. Trainingnya waktu itu diikuti oleh 10 orang peserta termasuk saya. Oiya, pada sesi training ini ada sistem gugurnya di akhir training. Jadi, seperti training-training pada umumnya, ada penilaian yang menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan apakah peserta tersebut memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan atau tidak. Selama mengikuti training, alhamdulillah saya bisa mengikutinya dengan baik sampai selesai hingga akhirnya dinyatakan lolos bersama teman-teman sebacth saya.

Bagi yang sudah dinyatakan lolos pada sesi training ini berkesempatan untuk menandatangani kontrak awal selama 3 bulan. Iya, 3 bulan. Di sini ada yang namanya masa probation selama 3 bulan, atau lebih umum dikenal dengan istilah masa percobaan. Apabila selama 3 bulan performa kerja kita baik, maka nantinya kontrak kerja akan diperpanjang menjadi 1 tahun. Alhamdulillah, saya dan teman-teman sebacth saya masih lolos dan diperpanjang kontraknya bersama-sama selama 1 tahun.

Awal-awal bekerja di sini, munafik rasanya bila sambat (mengeluh) tidak saya rasakan. Ya, wajar, namanya juga bekerja di tempat baru, banyak hal-hal yang membuat saya merasa berat menjalaninya karena belum terbiasa. Terutama karena sistem kerjanya yang shifting. Ya, shifting karena posisi pekerjaan yang saya jalani ini merupakan layanan bantuan pelanggan 24 jam. Jadi, untuk membackup pekerjaan selama 24 jam itu, sistem shifting diberlakukan.

Bagi kawan-kawan yang sebelumnya memiliki pengalaman kerja di Call Center 24 jam, pasti sudah paham betul dengan sistem shifting tersebut. Oiya, untuk shifting kerja di Project Tokopedia Care ini ada 3 ya, yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam. Jujurly dulu saya dan beberapa teman sampai pernah punya niatan buat resign di 6 bulan pertama. Tapi, dasarnya manusia bisa berubah dan punya kemampuan untuk beradaptasi, membuat saya lama-kelamaan mulai terbiasa dan betah, sampai-sampai membuat saya lupa dengan niatan tersebut.

Namun, ya namanya kerja kontrak, tidak bisa diharapkan untuk bertahan selamanya. Mendekati akhir tahun kedua saya bekerja di sini, gelombang pengurangan pekerja mulai terjadi. Barangkali kawan-kawan sudah paham betul dengan berita-berita terkait kondisi ekonomi secara global akhir-akhir ini kan? Inflasi terjadi di banyak negara dan berdampak pada perusahaan-perusahaan besar, tak terkecuali di Indonesia dan juga Tokopedia. Untuk efiensi atau perampingan karyawan, dengan terpaksa perusahaan memutuskan untuk mengurangi jumlah karyawannya pada akhir tahun 2022 hingga entah kapan, dengar-dengar sih sampai awal tahun 2023.

Mendengar kabar tersebut, saya sempat merasa khawatir tentang nasib saya di sini. Benar saja, kekhawatiran yang saya rasakan akhirnya terjadi. Pada akhir bulan Januari 2023, kontrak saya berakhir begitu pula perjalanan rezeki saya di sini. Perusahaan client dalam hal ini Tokopedia memutuskan untuk tidak memperpanjang kembali kontrak saya dan juga beberapa teman kantor.

Sedih, sudah barang pasti dan perpisahan harus siap ditemui. Ya, perpisahan, mungkin ini kesedihan kedua yang paling terasa selain jalan rezeki yang harus terhenti sementara. Bagaimana tidak, selama dua tahun itu saya bekerja dengan orang-orang hebat yang sudah seperti keluarga. Orang-orang yang alhamdulillah saling membantu dan support. Banyak kenangan yang tentunya sudah dijalani bersama. Tapi ya namanya rezeki dan pertemuan, tidak ada yang tahu kapan berakhirnya dan kapan berpisahnya.

Mengingat kata-kata dari Weslly Johannes pada puisinya yang berjudul Latihan Pergi, mungkin benar bahwa,
Hidup adalah latihan pergi. Dari satu kata menuju kata lain. Dari satu kota menuju kota lain. Sebelum kita benar-benar pergi.
Saya menyadari bahwa ini pasti akan terjadi dan sebaik-baiknya hal yang perlu dilakukan dalam menyikapinya ialah “ikhlas”. Ya, ikhlas, walaupun tidak bisa dipungkiri kalau tak ada ikhlas yang benar-benar sempurna. Tetap berpikir positif dengan kembali berencana untuk move on terutama. Selagi waktu dan tenaga masih ada, bukankah manusia masih bisa berencana dan juga berusaha? Dan hei, barangkali ada rencana baik yang sedang disiapkan olehNya. Bismillah...
Share: