Pagi ini kudengar Ibu memanggilku, menyuruhku untuk segera menghampirinya saat itu. Pikirku, ah mungkin aku hendak dimintainya tolong melakukan sesuatu, tapi ternyata tidak begitu. Ibu justru bercerita kepadaku, sambil menunjukkan sebuah wadah yang terbuat dari kaleng susu bekas yang sudah telihat berkarat di sekelilingnya itu, yang ia temukan ketika sedang membersihkan gudang rumah yang telah lama tertutupi oleh debu. Di saat itu, ibu mengajakku kembali pada peristiwa 16 tahun lalu, saat di mana wadah dari kaleng susu bekas itu memulai kisahnya di dalam keluargaku.


“Le, kamu tahu ndak wadah kaleng ini dulunya digunakan untuk apa?” Ibu memulai ceritanya dengan sebuah tanya padaku.

Lalu kujawabnya, “Hmm...aku ndak tahu, Bu. Memangnya kaleng itu untuk apa sih?”

Ibu berkata perlahan sambil kulihat darinya seperti sedang mengenang masa lalu, “Wadah kaleng ini dulunya Ibu pakai untuk takeran beras (alat untuk mengambil beras).”

“Oalah...tapi ini sepertinya dibuat dari kaleng susu bekas ya, Bu?” kataku.

“Iya Le, ini memang dibuat dari kaleng susu bekas. Dulu ini yang buat nenekmu lho!” jawab Ibu dengan senangnya.

“Heh? Ini yang buat nenek? Masa’ sih?” tanyaku tak percaya.

Ibu lantas meyakinkanku dengan jawabnya, “Iya, Le, ini yang buat nenekmu waktu menginap di sini. Kamu masih ingat kan waktu nenek menginap di sini dulu?”

“Iya, Bu, aku masih ingat kok. Waktu aku masih kecil kan? Hehe...” jawabku sembari mengingatnya.

“Nah, iya, pada waktu itu nenek membuatkan takeran beras ini dari kaleng susu bekas untuk Ibu. Kata nenek, ini dibuatkannya supaya ibu nanti menjadi lebih mudah untuk mengambil beras dari daringan (tempat menyimpan beras di rumah kami).” jawabnya Ibu sambil kulihat ada pancaran senyum rindu dari wajahnya, mungkin saat itu juga ibu sedang merindu kepada nenek yang telah tenang di surga. Iya, di surga, karena nenek telah pergi sekitar 6 tahun lalu dari kami, pergi untuk kembali kepada Allah SWT Yang Maha Suci.

Kemudian kudengar lagi cerita dari Ibu, “Ibu masih ingat betul, dulu nenekmu menyuruh ibu untuk mengambilkannya pisau, palu dan kaleng ini. Awalnya sih Ibu ndak tahu nenekmu mau buat apa dengan benda-benda itu, sampai pada akhirnya nenek memberikan ini (wadah kaleng) kepada Ibu sambil berkata, Nduk, ini untuk kamu ya.”

Lalu aku bertanya kepada Ibu seperti wajarnya orang lain yang sedang penasaran, “Setelah nenek berkata seperti itu, apakah Ibu memakai wadah kaleng ini?”

Ibu pun berkata, “Ya jelas Ibu pakailah, lha wong udah susah-susah dibuatkan kok. Ibu pakai takeran ini, dari awalnya kaleng ini masih kinclong sampai mulai menghitam dan berkarat seperti sekarang ini, karena mulai berkarat dan ndak bisa digunakan lagi, akhirnya Ibu simpan di gudang ini.”

Selepas Ibu berkata demikian, yang kulakukan saat itu, ya saat itu yang kulakukan hanya terdiam sambil memandangi wadah dari kaleng susu bekas ini. Aku terdiam karena aku sedang menerka-nerka, memikirkan tentang apa yang bisa kupelajari dari cerita ibu tadi. Dan akhirnya...aku mengerti akan sebuah hal, bahwa tak semua masa lalu itu menyakitkan untuk dikenang, ada juga masa lalu yang dapat membuat hati kita senang, yaitu masa lalu yang memuat kenangan mengesankan seperti halnya yang tadi Ibu sampaikan.