NgeShare - Obrolan Malam

by - 7/30/2016


Malam ini aku terjaga, bukan karena sedang ada pertandingan sepak bola atau jaga ronda, bukan, bukan karena itu. Keterjagaanku ini dikarenakan sedang asyiknya ngobrol dengan kawan lama yang telah lama tak berjumpa. Ya, syukurlah, meski telah lama tak berjumpa, akhirnya ada kesempatan juga untuk sekadar berkumpul dan menostalgiakan masa lalu dengannya. Bernostalgia dari yang bikin haru hingga yang lucu-lucu, disambi dengan secangkir susu jahe bukan kopi karena dinginnya malam itu perlu pelukan hangat dari susu jahe nan syahdu, dan tak lupa dengan gurihnya gorengan yang rasanya kerap kali membuat rindu. Namun, yah, namanya juga anak muda (karena kami memang masih muda *seriusan), obrolan kami akhirnya sampai juga kepada masalah kronis yang kadang kala membuat galau anak muda, yaitu masalah asmara. Hah, asmara (lagi), sebuah bab dalam kehidupan yang sudah lama tak kurasakan (ya, bilang saja jomblo, atau kalau mau bilang jones juga boleh :v ). Hmm...biarlah, meski sudah lama tak merasa, membicarakannya bukankah tak apa-apa, asalkan saja tidak dibawa perasaan alias baper.


Dalam pembicaraan kami mengenai bab keasmaraan ini, awalnya sekadar basa-basi, saling bertanya tentang siapa pujaan hatinya saat ini. Nah, ketika aku bertanya padanya tentang siapa yang kini menjadi idaman hatinya, dia menjawabnya dengan simple saja sekaligus cukup menyeletuk batinku, ya nyeletuk, karena begini jawabnya, “Aku belum punya, aku masih terlalu sibuk untuk mengumpulkan modal.” Berbicara mengenai modal, ya, aku paham betul apa yang dimaksudnya dengan modal itu, tentu yang dimaksudkannya ialah modal untuk dapat menghalalkan dan hidup bersama wanita yang nantinya menjadi pendamping hidupnya.

Hmm...sudah sewajarnya bila kukatakan “Setuju” dengan jawabannya itu. Ya, rasional saja, sebagai seorang pria terutama, dalam menjalankan sebuah rumah tangga, bermodal cinta saja jelas tak akan cukup untuk keluarganya, apalagi untuk membuat pasangannya bahagia. Modal lainnya tetap dibutuhkan juga, seperti modal kesiapan mental dan materi tentunya. Hmm...materi, sudah pasti wanita yang akan menjadi pendampingmu kelak tak akan kenyang bila hanya kau beri ucapan “I love you” saja, tentu butuh tiga faktor penting dalam kehidupan berumah tangga, yaitu sandang, pangan dan papan pastinya (yang sering saya dengar dari bapak dan guru di sekolah).

Lanjut kembali kepada obrolan kami mengenai keasmaraan ini. Tiba-tiba lagi aku mendapatkan jawaban yang menyeletuk batinku dari kawanku tadi, tetapi celetukan kali ini lebih terasa ngehnya. Sebagai seorang yang cukup doyan untuk kepo, ya, aku iseng bertanya kepadanya, kutanyai dia, “Apakah kamu nyaman dengan statusmu (jomblo) saat ini?” Sebuah pertanyaan yang mungkin akan membuat loyo para jomblo, tetapi bukan maksudku untuk meledeknya atau melunturkan semangatnya. Maksudku melontarkan pertanyaan itu ialah karena aku penasaran akan kesabarannya yang tidak berpasangan cukup lama, dan lagi ada maksud terselubungku di dalamnya, yaitu maksud untuk mendapat pencerahan dan penguatan bagiku terutama agar aku dapat menikmati kejombloanku ini lebih lama lagi (hadeh…).

Karena dia tipikal orang yang kadang-kadang ndableg alias mboyak mbodel alias masa bodoh, ya untungnya dia ndak gampang emosi atau loyo gara-gara galau, jadi dia dapat mejawabnya dengan tenang dan sadarnya, jawabannya begini, “Sebenarnya aku ingin sekali lekas berpasangan, tetapi dengan diriku yang saat ini, aku sadar bahwa aku masih harus berjuang, berjuang untuk kenyamanan pasanganku di masa depan. Dan juga aku sudah berkeputusan, misalkan saja jika aku telah berpacaran, maka dialah yang akan aku tetapkan menjadi pasangan hidup dan menemaniku hingga akhir hayat mendatang. Aku tak ingin main-main lagi, karena waktuku main-main telah lalu kuakhiri.”

Kira-kira seperti itulah jawabnya yang sejenak membuatku terdiam, dan akhirnya kubalasnya dengan sebuah pernyataan, “Hmm...tak kusangka, ternyata kamu kini sudah dewasa.” Dan kemudian dia pun menjawabnya lagi dengan berkata, “Ya, sudah seharusnya, karena mau sampai kapan aku akan menjadi anak kecil yang terus memanja, bukankah sudah waktunya untuk serius dan memikirkan masa depan selanjutnya?”

Selepas kalimat yang ia lontarkan itu kepadaku, aku pun teringat akan masa lalu. Masa lalu tentang kisah asmaraku? Bukan, bukan itu, aku teringat akan kawanku itu, yang seingatku sewaktu sekolah dasar denganku (kami teman sekelas waktu SD) dulu, masihlah seorang anak kecil yang sering menangis sewaktu gilirannya disuntik vaksin. Dan beberapa menit yang lalu anak kecil itu telah tumbuh menjadi seorang pria tegap yang baru saja mengatakan sebuah kedewasaan kepadaku. Ah, waktu, tak terasa kau berjalan begitu cepatnya. Inikah yang orang kerap katakan bahwa waktu dapat mendewasakan seseorang? Ah, mungkin memang begitu kawan, tetapi yang pasti tetaplah semangat dan lekas halalkan pujaan hati, hehehe...

Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

2 comments

  1. Wah.. itu temennya, low surya sendiri g5n apakah waktu tlah mendewasakan 😄😄😄 hhe pisss

    BalasHapus
  2. @Irin Puspiyanti Ningrumiya, karena dalam waktu perubahan pasti ada :senyum:

    BalasHapus