NgeShare - Sekadar Puisi Tentang "Pak, Maaf Ya"


Sejak kepergian almarhumah ibu, barangkali bapak menjadi satu-satunya alasan sekaligus tujuan untukku pulang. Terlebih setelah semuanya mulai terasa asing. Hanya bapak seseorang yang tak pernah terasa asing. Sosok kedua setelah Tuhan, yang bisa kuajak bercerita, bukan perkara keluh kesah, sekadar tentang bagaimana hidup.

Aku sadar bapak tak lagi muda, dan keluh kesahku mungkin akan membebaninya. Oleh karena itu, satu-satunya tempatku pulang di dunia ini, bukankah semestinya harus kujaga senyumnya? Bukan justru kubebani dengan keluh kesah yang terasa tak pernah usai ini.

Pak, maaf ya. Di kala engkau semakin menua, bungsumu ini masih belum bisa berguna. Barangkali berjuangku masih banyak kurangnya. Pak, maaf ya. Bungsumu ini masih banyak gagalnya, entah kapan akan bisa membuatmu bangga. Barangkali memang harus lebih dikuatkan lagi sabarnya.

Pak, mohon do'anya ya. Semoga bungsumu ini selalu kuat dan bisa membuatmu tenang dan bahagia di masa senja. Meskipun aku paham bahwa bapak tak pernah memaksa agar aku menjadi yang terbaik, tapi sekadar melihatku baik-baik saja dan bahagia dengan caraku sendiri sudah bisa membuat bapak bahagia, ujarmu pada suatu sore di teras rumah.

Pak, aku masih ingat betul keinginan bapak. Ya, sebuah keinginan untuk melihat anak-anaknya mandiri, terlebih lagi telah membina rumah tangganya sendiri-sendiri. Kini pun mas dan mbak telah menemukan
jalannya masing-masing bersama keluarga kecilnya masing-masing. Sementara bungsumu ini entah kapan akan seperti mereka.

Pak, semoga sehat selalu ya. Bukankah bapak masih ingin melihatku mengucap dengan sigap kalimat ijab khabul pada acara yang penuh khidmat?

Pak, terima kasih ya. Terima kasih untuk perjuangannya, untuk nasihatnya, untuk kasihnya, untuk sabarnya, dan untuk segalanya. Baik-baik ya pak.

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

2 Komentar

  1. Bapak saya sudah di panggil saat saya masih SMP kelas 1, kalau liat bapak "jualan atau nemuin bapak"udh tua di jalan suka trenyuh...gak tau kenapa...sudah wktunya buat istirahat di rumah tapi tetep aja maksa buat cari nafkah...aah..mbrebes mili kalo liat yg beginian

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf ya mbak jika mengingatkan dengan kesedihan di masa lalu, tapi saya yakin kalau bapak mbak saat ini pasti bangga dan bahagia atas perjuangan, hal-hal baik, dan kebahagiaan yang telah mbak rasakan selama ini, Al Fatihah untuk beliau ya mbak :')

      Hapus
Lebih baru Lebih lama