NgeShare - Resensi Novel Magelang Kembali

by - 9/28/2018

Novel Magelang Kembali
Judul Novel: Magelang Kembali
Penulis: M. K. Prayitno
Penerbit: PN Balai Pustaka
Tahun Terbit: 1983, cetakan pertama
Jumlah Halaman: 92 halaman

Novel yang berjudul 'Magelang Kembali' karya dari M.K. Prayitno ini, merupakan novel tentang perjuangan kemerdekaan yang terjadi di Kota Magelang semasa penjajahan Belanda. Berkisah mengenai tokoh utama bernama Pono, seorang anak berumur 14 tahun yang masih duduk di bangku SMP. Ia merupakan putra tertua dari pasangan suami istri, yaitu Pak Sumo dan Bu Sumo. Pono memiliki dua orang adik yang masih SD bernama Bambang dan Narti. Keluarga Pono sebenarnya bukan asli dari Magelang, mereka adalah pengungsi dari Salatiga, daerah yang telah lebih dahulu dikuasai Belanda.

Perjuangan yang dilakukan oleh Pono pertama kali bermula ketika perjumpaannya dengan seseorang yang telah cukup lama dikenalnya, yaitu Mas Naryo. Pada waktu perjumpaan mereka berdua, kota Magelang sedang dalam kondisi yang mencekam karena telah diserang dan dikuasai pasukan kolonial. Mas Naryo merupakan tetangga Pono di pengungsian, yang dikenal oleh Pono sebagai seorang pemuda yang pandai, cinta tanah air, dan tentu saja sangat membenci 'penjajahan'. Ketika bertemu dengan Pono, Mas Naryo sedang bersembunyi di dalam rumahnya untuk menghindari patroli yang kerap dilakukan oleh pasukan penjajah. Maklum saja, itu dilakukan Mas Naryo karena ia merupakan salah satu anggota gerakan front kemerdekaan yang waktu itu sedang gencar-gencarnya diburu oleh Belanda.

Suatu ketika, Pono berjumpa dengan Mas Naryo. Di saat itu juga, Pono mendapat sebuah tawaran khusus dari Mas Naryo. Tawaran khusus tersebut ialah Pono diajak Mas Naryo untuk berjuang, tetapi bukan berjuang secara terang-terangan, melainkan secara diam-diam, saking diam-diamnya bahkan kedua orang tua Pono sama sekali tidak mengetahui perjuangannya tersebut. Mendengar ajakan dari Mas Naryo itu, Pono langsung menyetujuinya mengingat tekadnya yang begitu kuat ingin memerdekakan negerinya. Namun, perjuangan Pono tidak serta merta ikut bertempur langsung di medan perang, ia berjuang dalam tugasnya menyampaikan pesan kepada beberapa orang penting yang terlibat dalam misi perjuangan kemerdekaan ini, khususnya di wilayah Magelang. Setelah terjadi kesepakatan di antara keduanya, oleh Mas Naryo, Pono diberikannya sebuah kata sandi pengenal yang akan digunakan untuk menjalankan tugasnya dan juga sebuah alamat rumah yang harus didatanginya untuk segera melaksanakan tugas perjuangannya. Selepas perjumpaan dan kesepakatan itu, Pono tak pernah bertemu lagi dengan Mas Naryo.

Di hari berikutnya, Pono pergi mendatangi rumah Pak Hadi, yang alamat rumahnya sesuai dengan yang diberikan Mas Naryo. Pak Hadi inilah yang kemudian memberikan tugas langsung kepada Pono dan memberinya nama samaran, yaitu Kelik yang digunakannya untuk menyampaikan pesan kepada orang-orang penting yang terlibat dalam misi perjuangan kemerdekaan ini. Orang-orang penting tersebut di antaranya adalah Pak Pujo, Dokter Kadir, Bang Ahmad, Mas Anton, dan Hermanus van Arkel. Pak Pujo merupakan seorang Indonesia yang menjabat sebagai perwira polisi Belanda. Dokter Kadir adalah seorang Indonesia yang bekerja menjadi dokter di rumah sakit militer Belanda di Magelang. Bang Ahmad dan Mas Anton merupakan pribumi yang memiliki tekad kuat berjuang untuk memerdekakan negerinya. Kemudian Hermanus van Arkel, seorang Indo yang menjabat sebagai sersan mayor tentara Belanda. Meskipun Pak Pujo dan Dokter Kadir bekerja untuk Belanda, tetapi nuraninya tetap berjuang untuk kemerdekaan negerinya, Indonesia. Keduanya secara diam-diam membantu perjuangan. Sedangkan Hermanus van Arkel, yang walaupun memiliki peran penting dalam pasukan Belanda, ia masihlah memiliki darah Indonesia dari ibunya, keinginannya yang kuat untuk dapat bertemu dengan ibu dan adiknya yang sedang berjuang di pihak Indonesia membuatnya membelot dari Belanda dan ikut berjuang untuk Indonesia.

Untuk dapat menyampaikan pesan yang diperintahkan oleh Pak Hadi kepada orang-orang di atas, Pono menyampaikannya dengan sebuah penyamaran, yaitu menjadi pengantar majalah. Proses penyampaiannya disertai pula dengan kata sandi pengenal yang sama ketika berjumpa dengan Mas Naryo yang berguna untuk meyakinkannya bahwa orang yang mendapat pesan itu benar-benar orang yang tepat atau sesuai dengan yang dimaksud oleh Pak Hadi. Dalam misi perjuangannya, Pono dibantu oleh teman sekelasnya yang bernama Agus dengan nama samaran Jliteng. Bersama dengan Agus, Pono berhasil menyampaikan semua pesan dari Pak Hadi kepada orang-orang penting yang dimaksudnya tadi. Keberhasilan tugas kedua anak itu semata bukan diraih dengan mudah, mereka sesekali harus mengambil jalan memutar atau melewati jalan yang tak biasa dilewati orang-orang agar tidak bertemu dengan patroli tentara Belanda. Dari semua tugasnya, dirasakannya paling berat ialah ketika mengantarkan Hermanus van Arkel dari kediamannya menuju ke markas para pejuang Indonesia di tengah hutan. Dirasakan paling berat karena mereka harus berjalan dengan jarak tempuh yang sangat jauh, di samping itu pula mengawal seorang dari Belanda yang sedang menyamar menjadi seorang biarawati. Takut-takut bila ketahuan orang lain, terutama oleh tentara Belanda, tetapi pada akhirnya tugas tersebut berhasil dilaksanakan. Hermanus van Arkel telah sampai diantarkan ke markas para pejuang guna bertemu dengan ibu dan adiknya yang telah lama berpisah, dan tentu saja ia akan ikut berjuang membela tanah leluhur ibunya. Selepas diselesaikannya tugas itu, Pono dan juga Agus tidak lagi mendapat tugas perjuangan. Oleh Pak Pujo yang kini menjadi atasan kedua anak itu karena sebelumnya Pak Hadi ditangkap oleh Belanda, menyuruh Pono dan Agus untuk beristirahat dari tugasnya dan menunggu kabar selanjutnya dari dirinya.

Beberapa hari kemudian, suasana kota Magelang yang biasanya ramai oleh tembakan maupun ledakan akibat perang antara pasukan Belanda dan pasukan pejuang Indonesia seketika menjadi sepi. Nampak beberapa mobil patroli dan juga truk-truk milik Belanda yang pergi meninggalkan kota Magelang dengan mengangkut serdadu-serdadunya yang tampak suram dan lesu. Kemudian disusul jeep-jeep putih berlambang PBB dengan tentara KTN yang mondar-mandir di kota Magelang. Orang-orang yang melihat kejadian itu sontak dibuat heran dan penuh tanda tanya. Tak lama berselang, terdengar teriakan-teriakan merdeka di sepanjang jalan. Teriakan tersebut menjadi penanda sekaligus kabar bahwa Indonesia telah merdeka, dan khusunya di wilayah Magelang, Belanda telah benar-benar pergi dari kota ini, mereka telah menyerah kepada pasukan pejuang kemerdekaan dan pergi kembali ke negeri asalnya Belanda. Dengan merdekanya Indonesia terutama di wilayah Magelang, berakhirlah kisah yang disuguhkan dalam novel 'Magelang Kembali' ini.

Dari resensi ini, maka dapat disimpulkan bahwa novel 'Magelang Kembali' adalah sebuah novel yang ditulis oleh penulisnya dengan harapan dapat memupuk kebanggaan nasional dan cinta kepada tanah air pada generasi muda dan generasi berikutnya. Dengan gaya bahasa/ penyampaian dari penulis yang mudah dipahami. Menyuguhkan seorang pemuda yang masih belia yang dapat membantu dalam perjuangan kemerdekaan bangsa sebagai tokoh utama, dari sini seakan penulis ingin memberikan sebuah bukti kepada pembaca bahwasannya kemerdekaan bukan hanya diraih oleh segelintir golongan pemikir, atau orang dewasa saja, tetapi oleh semua golongan, termasuk anak muda. Tekad dan keinginan untuk merdeka dirasakan oleh semua golongan masyarakat, baik tua maupun muda, begitulah yang tercermin dalam sikap yang ditunjukkan tokoh Pono. Mengutamakan prinsip persatuan dan saling percaya kepada sesama sebagai kunci menuju keberhasilan, terlihat jelas pula makna tersebut dalam novel ini.

Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

0 comments