NgeShare - Memotong Kuku

Dulu saya sama sekali nggak berani memotong kukunya Caca. Rasanya khawatir sekali kalau harus melakukannya. Khawatir kalau-kalau nanti waktu saya memotong kukunya, saya justru malah melukainya karena nggak sengaja mengenai kulit jarinya. Apalagi kan anak seumuran Caca masih sangat sulit disuruh duduk anteng. Maunya gerak terus.

Jadi, daripada beresiko buat saya dan juga dirinya, kegiatan itu biar dilakukan saja oleh ibunya (mbak saya). Walaupun kegiatan memotong kukunya Caca selalu hanya bisa dimulai ketika Caca sudah tertidur lelap. Ya, soalnya Caca baru bisa antengnya cuma pas tidur saja, hehe…

Namun, semenjak mbak saya semakin repot dengan kerjaannya dan membuatnya tidak sempat untuk memotong kukunya Caca, mau nggak mau saya sebagai orang yang paling banyak punya waktu luang di rumah harus menunaikan kegiatan itu. Meskipun awalnya sering merasa khawatir waktu akan memulainya, tapi lama-kelamaan saya bisa terbiasa. Keterbiasaan saya itu lama-kelamaan juga didukung Caca yang mulai bisa disuruh duduk anteng ketika saya ajak untuk memotong kuku.

Kegiatan memotong kukunya Caca pada akhirnya jadi rutinitas saya setiap hari Kamis. Selesai memotong kuku saya sendiri, saya pasti akan memanggil Caca untuk mengajaknya memotong kuku. “Ca, sini, waktunya potong kuku”, ujar saya pada Caca. Seperti seorang yang sudah hafal dengan kebiasaannya, Caca akan menghampiri saya usai mendengar ajakan saya itu.

Ah, ngomong-ngomong soal memotong kuku, saya punya kenangan tersendiri pada kegiatan merawat diri itu. Kenangan di waktu kecil saat saya masih malas-malasan untuk memotong kuku. Di waktu kecil, saya jarang sekali memperhatikan kuku saya yang sudah panjang, terlebih lagi kebersihannya. Saking jarangnya, pernah beberapa kali waktu masih SD, saya kena cubit guru olahraga saat pemeriksaan kuku, hehe…

Kalau ditanya apakah saya nggak takut ketika dicubit oleh guru saya waktu itu? Tentu jawabnya ialah saya takut sekali. Pernah suatu ketika saat pemeriksaan kuku, saya lupa nggak potong kuku. Nah, karena saking takutnya kalau nanti dicubit, sebelum giliran kuku saya diperiksa, saya mencoba nekat untuk memotong kuku menggunakan gigi alias menggigiti kuku saya sendiri.

Sebuah hal yang entah darimana saya kepikirannya, yang jelas karena sudah kepepet dan daripada kena marah plus cubit, saya memutuskan untuk melakukannya. Seingat saya itu jadi pengalaman pertama sekaligus terakhir saya menggigiti kuku. Untungnya, melalui aksi nekat itu, saya cukup terselamatkan dari cubitan guru olahraga. Waktu itu saya hanya kena tegur saja karena meskipun kuku saya sudah rapi, tapi masih terlihat sedikit kotor. Duh, detail sekali guru saya ini. Tapi nggak apa-apa, kan untuk kebaikan saya juga, hehe…

Selain kenangan itu, saya juga punya kenangan lain yang tak akan saya lupakan. Kenangan ketika kuku saya dipotong oleh Mas (kakak saya yang pertama). Waktu kecil dulu, Mas jadi salah satu yang telaten memotong kuku saya selain almh. Ibu.

Ketika melihat kuku saya yang sudah cukup panjang, Mas akan dengan sigap memotongi kuku saya. Saking sigapnya, pernah beberapa kali Mas memotong kuku saya ketika saya sedang tidur siang. Hal itu juga beberapa kali membuat saya bingung ketika melihat kuku saya yang sudah rapi. “Lho kok kukuku udah rapi?” batin saya dalam hati setiap kali menyadari hal itu.

“Tadi Mas yang motong kukumu waktu kamu lagi tidur siang. Soalnya waktu ngeliat kukumu yang udah panjang, Mas gemes pengen motonginnya”, jawab Mas ketika saya bertanya padanya perihal siapa yang memotong kuku saya. Sayangnya saya tak begitu ingat kapan terakhir kali kuku saya dipotong Mas. Barangkali sejak beliau harus merantau keluar kota untuk kuliah.

Belajar dari dua kenangan itu, rasa-rasanya saya ingin menularkannya pada Caca. Bukan perihal menularkan kenangannya saja, tapi lebih kepada menularkan kebiasaan baik itu untuknya. Ya, kebiasaan memotong kuku, yang suatu saat akan bisa ia lakukan sendiri.

"Kalau sudah besar nanti, rajin-rajin dicek kukunya, ya, Ca. Kalau sudah panjang jangan lupa dipotong."