Dua hari yang lalu tepatnya di hari Sabtu, saya mengajak Shogi alias motor Shogun 110 peninggalan almarhum Bapak pergi ke bengkel motor. Biasa, sudah jadwalnya si Shogi perlu perawatan. Ngomong-ngomong soal bengkel motor, bengkel yang saya tuju waktu itu merupakan bengkel yang baru saya ketahui dari adik keponakan saya. Jadi, ini pertama kalinya saya mengajak Shogi perawatan di bengkel yang juga jadi langganan adik keponakan saya itu.
Sebelumnya sih, untuk perawatan si Shogi, saya selalu membawanya ke bengkel motor langganan alm. Bapak. Namun, karena lama-kelamaan saya merasa kurang sesuai dengan hasil perawatannya, saya mulai kepikiran untuk beralih ke bengkel lain. Alhasil, saya mendapat info dari adik keponakan yang juga seorang penggemar motor tentang bengkel langganannya. Penasaran dengan info dari adik saya, akhinya saya memutuskan untuk mengajak Shogi ke bengkel langganannya itu.
Sekitar pukul 8 pagi, saya berangkat dari rumah. Setibanya di bengkel itu, ternyata bengkelnya baru buka. Jadi, waktu itu saya jadi pelanggan pertama. “Alhamdulillah, nggak perlu antri,” batin saya dalam hati setibanya di bengkel itu.
Btw waktu itu saya hanya request ke montirnya, panggil saja mas Deni, untuk sekadar ganti oli dan tune up saja. Ya, soalnya saya merasa nggak ada masalah pada Shogi, selain karena sudah jadwalnya ganti oli dan lumayan lama nggak diservis. Tapi setelah dua request saya tadi sudah diselesaikan oleh mas Deni dan kembali lagi dicek olehnya, ternyata ada masalah yang cukup beresiko pada diri si Shogi.
Masalah itu terletak pada knalpotnya, tepatnya pada lapisan besi bagian bawah yang sudah berlubang karena berkarat. Hal itu membuat suara knalpotnya jadi kurang merdu. “Sebenarnya ini nggak terlalu mengganggu, Mas. Tapi daripada nanti malah makin parah dan harus beli knalpot baru, mending coba dilas aja ke tukang las,” ujar mas Deni waktu itu pada saya sambil menunjukkan lubang kecil yang ada di knalpot Shogi.
“Kalau mau ngelas knalpot motor gini, bisanya di mana ya, Mas?” tanya saya pada mas Deni.
“Coba ke bengkel las yang ada di dekat jembatan jrubong, Mas. Di sana bisa kok,” jawab mas Deni.
Seberes dari bengkel motor, saya langsung melaju bersama Shogi menuju ke bengkel las yang telah disarankan oleh mas Deni. Oiya, btw di bengkel motor itu saya hanya dikenakan biaya servis plus ganti oli senilai Rp90.000. Lumayan murah, ya.
Tiba di bengkel las yang ternyata lokasinya lumayan dekat dengan rumah alm. Bapak, saya langsung menemui pemilik bengkelnya untuk meminta bantuannya mengelas knalpot si Shogi. Untungnya karena lubang di knalpot Shogi tidak terlalu besar, mengelasnya pun tak memakan waktu yang lama. Seingat saya nggak sampai 15 menitan.
Menariknya, ketika saya akan membayar biaya pengelasan senilai Rp10.000, sang pemilik bengkel las bertanya, “Mas, kamu putranya pak xxx, ya?”
Mendengar pertanyaan itu, saya cukup terkejut. Lalu setelahnya justru bertanya balik, “Iya betul, kok panjenengan tahu, Pak?”
“Iya, Mas. Soalnya saya tahu dari motornya. Biasanya kan bapaknya sampean selalu pakai motor ini,” ujarnya.
Dari beberapa dialog itu, akhirnya membuat kami berdua mengobrol cukup lama. Hingga akhirnya membuat saya mengetahui kalau ternyata si pemilik bengkel las itu, panggil saja pak Sis, dulunya merupakan tetangga masa kecil alm. Bapak. Dan dari obrolan itu juga ternyata pak Sis baru mengetahui kabar meninggalnya alm. Bapak.
Nampak raut menyesal dari wajah pak Sis ketika baru mengetahui kabar meninggalnya alm. Bapak. Terlebih lagi disertainya dengan permintaan maaf beliau. “Ah, ndak usah minta maaf, Pak. Toh, itu juga bukan salahnya njenengan kalau belum tahu,” batin saya dalam hati ketika mendengar permintaan maaf dari pak Sis.
Ketika mengobrol dengan pask Sis, meskipun tidak terlalu lama, saya justru bersyukur. Ya, bersyukur karena ternyata masih ada yang mengingat alm. Bapak. Apalagi itu karena Shogi. Saya jadi teringat kata-kata yang dulu pernah diucapkan oleh salah seorang tetangga yang sudah hafal betul dengan suara Shogi, “Kalau ada suara motor Shogun lewat, itu pasti Pak xxx.”
Wajar rasanya kalau tetangga saya berkata seperti itu. Soalnya di kampung saya, yang punya motor Shogun ini ya cuma alm. Bapak aja. Jadi, ibaratnya si Shogi ini sudah seperti tanda pengenal atau identitas yang melekat pada diri alm. Bapak, ya, hehe…
2 Comments
Waah terharu bacanya mas. Saking seringnya bapak kesana, dan juga bekas tetangga jadi langsung dikenali dari motornya yaaa.
BalasHapusJD inget papa dan mama mertuaku juga. Saking supelnya mereka, pas kami makan di sate Padang langganan Deket pasar, trus penjualnya nanya, kok bapak ibu ga DTG lagi. Trus langsung kaget dan kayak mau nangis pas tahu papa mama udah meninggal.
Aku yg lihat, jadi merembes Mili. dalam hati jadi terlintas, seandainya nanti aku ga ada, apa masih banyak yg bakal ingat. Kalo mau diinget, ya akunya yg harus baik dan supel juga ke banyak orang.
Moga2lah bisa jadi orang yg selalu diinget banyak orang, dari segi baiknya .
bener-bener nggak ngira ya mbak kalau ternyata masih banyak yang ingat sama keluarga kita yang udah nggak ada, semoga nanti kita juga bisa jadi seperti mereka ya mbak, ya walaupun nggak sebanyak mereka yang mengingatnya, seenggaknya masih ada yang ingat, terutama mengingat kebaikan kita, aamin
HapusPosting Komentar