NgeShare - Salam untuk Ibu dari Warung Mie Ayam Langganannya Dulu

Bu, setelah enam tahun berlalu, akhirnya aku ke sini lagi. Iya, ke tempat yang dulunya sering kita datangi. “Bu, aku mau makan mie ayam,” ucapku waktu dulu yang akhirnya mengantarkan kita menjumpai tempat ini. Tempat yang kuingat pertama kalinya kita tempuh dengan sepeda lamamu. 

Bu, kulihat tak begitu banyak yang berubah dari tempat ini. Masih kulihat gerobak coklat yang sedari dulu masih terparkir di depan warungnya. Pun kursi-kursi dengan beberapa meja yang lengkap dihiasi botol saus, wadah sambal, dan juga wadah sendoknya. Hingga aroma kaldu mie yang masih saja menggugah selera seperti waktu kita ke sini bersama.

Tapi, Bu, sayangnya aku harus menyadari bahwa selalu ada yang berubah pada setiap perjalanan waktu. Dan itu tentu kujumpai di warung ini. Meski beberapa hal yang kulihat di sana masih sama, tapi ada beberapa hal yang baru juga. Selain penambahan ornamen dan juga menunya yang lebih bervariasi, kulihat penjualnya berbeda.

Tak lagi kujumpai bapak-bapak beserta istrinya yang dulu ketika kita tiba di sana selalu menyambut kedatangan kita dengan hangat dan sering kali bertanya, “Sausnya dicampur atau dipisah?”. Yang kutemui justru seseorang yang mirip dengan bapak-bapak itu. “Barangkali saudaranya,” batinku ketika memesan seporsi mie ayam langganan kita dulu.

Bu, maaf, aku tak sempat menanyakan perihal kemana bapak-bapak penjual dan istrinya itu berada. Terlalu menikmati kenangan dan juga mie ayamnya membuatku lupa menanyakannya. Mungkin lain kali, kalau aku ke sana lagi. Oiya, Bu, btw menurutku rasa mie ayamnya masih seenak dulu. Tapi aku rasa akan jauh lebih enak kalau makannya bareng ibu seperti dulu.

NgeShare - Salam untuk Ibu dari Warung Mie Ayam Langganannya Dulu